Kamis, September 18, 2008

Ikhlas

Sebuah cahaya iman terbungkus sangat rapi

Tertutup rapat di dalam relung hati

Samapi-sampai jiwa ini tak dapat menyentuhnya

Padahal, cahayanya sangat indah

Namun, terbelenggu oleh titik-titik dosa hitam

Titik itu merangkai sebuah kubus hitam

Yang di dalamnya, terkurung segenggam iman

Kasihan ia, cahayanya tak tembus

Hati pun gulita, buta, meraba ketika meniti

Mahasuci sungguh dzat-Nya

Ia menciptakan telinga ini

Sehingga aku bisa mendengar suaramu

Yang menciptakan mata ini

Sampai aku bisa melihat sosokmu

Mahasuci sungguh dzat-Nya

Menciptakan hati yang mudah lunak

Yang mudah mengeras terkadang

Ia juga mengizinkan telingaku, mataku

Menyampaikan indahmu pada hati dan jiwa

Seperti kilatan cahaya yang menembusku

Melibangi kubus hitam, hingga iman kembali bercahaya

Perlahan kau tuntun aku

Menuju kepada Tuhan-mu

Aku tautkan hatiku, lakumu sebagai kendali

Mahasuci sungguh dzat-Nya

Yang telah mnghiasi rasa cinta

Yang menghiasi jembatan keimanan

Menjadi pegangan ketika ku berjalan

Masa berlalu, aku pun darimu

Menjadi sosok insan yang mencari

Cahaya iman Allah Ta’ala segala maha

Menjadi poros segala laku

Seorang merasakan nikmat iman

Saat ia mencintai karena Allah

Bukan ia mencintai selain Allah

Aku pun takut nikmat ini fana

Dan aku pun sadar

Menjadikanmu sebuah tercinta

Hanya karena Allah

Tapi aku masih belajar

Biarkan aku belajar mencintaimu

Karena Allah

Atau biarkan aku mencintai Allah

Sehingga aku mencintaimu

Karena aku masih belajar

Untuk memurnikan niatku

Agar aku bisa memuaskan diri dengan ridho Allah

Saja..

Sabtu, Juli 26, 2008

Tak Cinta untuk Sebuah Senyuman


Pagi bidadari,

Kau sembunyikan di mana senyummu

Tak sebentar kau lepas tawamu

Tak tahu kah kau ceriamu selalu dirindu

Andainya kau tahu

Dan kalau saja aku tahu

Bila deritamu lahir atas namaku

Biar..

Kuhentikan takjubku padamu

Kukekang rasa pesonaku

Kusumbat mata air kasihku

Meskki ku tahu, kau tahu

Itu tak segampang asamu

Kalau saja ku sadar

Sayangku merembut gembiramu

Dari keluh dan peluhmu

Ku coba mencari maaf di hutan jenuhmu

Tak sebuah pun ku petik

Kalau memang, kau tak hendaki

Akan kucoba menahan rasaku

Akan kucoba membendung air sedihku

Akan kucoba mengobati lirihku dan getirmu

Kalau memang itu… maafkan lah mataku

Yang tiap matahari sepenggalan naik membuatmu resah

Tapi kumohon, tapi, kembalkan senyummu

Kembalikan air di tengah gurun itu

Kembalikan hadirmu pada hariku

Meski saat itu, aku tak lagi bisa memujamu

Aku cukup hanya mengagumimu

Kalau memang kau tak hendaki

Biar kasih sampai di sini

Senin, Juni 23, 2008

Lima Hari di Jogja... part. 2

Dengan polosnya, saya pun bertanya2 sama penumpang, "Bu, klo mau ke jogja, turun di mana ya?"

bayangkan, saya naek kereta, ke jogja, tapi g tau mau berenti di stasiun mana! betapa sebuah perjuangan! Awalnya, seorang mas2 bilang, klo saya nanti bisa turun di Tugu. Untuk setengah perjalanan, setidaknya saya udah tau bakal turun di mana entar.

Di tengah perjalanan, seorang ibu lansia, bersama anak perempuannya (sotok banget gw), yang ternyata mau turun di jogja juga. pas saya tanya, "bu, ntar turun di Tugu kan?". Si ibu menjawab, "wah, kereta ni mah ga berenti di tugu, mas. Berhenti nya di st. Lempuyangan."

serr... dalam hati, untung aja smpet nanya lagi, klo ga, bisa salah turun. Oke, lah. Seenggaknya udah punya temen yang bakal turun di jurusan yang sama. Ta tempel aja gerak-gerik tu ibu. Sampe2 pas dia beli pecel, anaknya juga, eh, saya ikut2an beli.. lagian belom pernah uga nyoba pecel asli Jawa Tengah. Ternyata, unik juga. Abis dikasih dedaunan dan rumput2an, (mangnya kambing), tuh pecel ditambah mahkota bunga warna pink! keren banget, full colour gitu! trus baru dikasih bumbu pecel sama sumpit yang semuanya dibungkus pake daun pisang. Ma'nyusss... Lumayan, 2500 rupiah udah bikin kenyang.

Lalu, sampai lah saya di stasiun tugu, yang mang bener ga berhenti, cuma jalan pelan. Ga lama kemudian, sampe lah di Lempuyangan. Turun lah saya bersama ibu lansia dan anak gadisnya. Fiuh,,, akhirnya sampe juga di jogja.

di stasiun...

Hal pertama yang didenger dari orang begitu keluar stasiun "Mas, mau pulang ke mana?" yang berkali2 ditanya sama para supir ojek. Dengan tabah, saya pun menunggu seorang teman yang katanya mau jemput. Sambil nunggu, ta sholat dulu di mesjid stasiun. Beberapa saat, ditelepon lah saya sama temen yang mau jemput itu. Sambil nunggu, minum teh anget dulu lah. Kirain berapa duit, taunya 1000 rupiah saja! Kalo di bandung mah, 1500 tuh. Lumayan beda gopek.

Mobil si Kibo ternyata sedan ijo. Sama sodaranya bernama Taka, mereka menyambut dengan senyum hangat khas jogja(hoeek...).

di jogja...

dari lempuyangan, kita betiga lanjut ke sekitar2 UGM, niatnya sih mau ketemu temen lagi, anak UGM, Tk. Industri. Ketemu lah dia di kosnya yang deket sama kampus teknik. Dr situ, berlanjutlah ke base camp (hehe) di rumahnya Taka. Ya, di situ lah saya selanjutnya bakal numpang. Makasih banyak lho bu mun...

bersambung (lagi)...

Senin, Juni 16, 2008

Lima hari di jogja... part.1

Hari Rabu minggu lalu, saya berangkat dari Ganesha ke Kiara Condong. Menumpang angkot Riung-Dago yang--Alhamdulillah--tiba2 lewat ganesha. Ke simpang dulu, terus lanjut sampe st. Kiara Condong.

Biarpun baru pertama naek kereta ekonomi sendiri, ternyata saya ga terlambat. Sampe stasiun jam setengah enam dan kreta PAsundan ke Surabaya baru bakal berangkat jam 6.15. Baru masuk stasiun, udah ada yang nawarin karcis (baca=calo). Indonesia...indonesia... Saya pun rela mengantri sekitar sepuluh menit semi selembar tiket Pasundan seharga 26000, tergolong sangat murah untuk transport ke Jogja.

Bis masuk peron, saya berniat nunggu kereta datang. Ternyata, keretanya mang udah ada dari tadi. Naik lah saya ke gerbong 3 kursi 11-A. Alhamdulillah Pasundan berangkat dari Kircon jadinya pas naek masih kosong banget. Dapet lah sebuah kursi kosong. Karena takut salah kereta, bertanyalah saya pada penumpang satu kursi. Dan alhamdulillah bener.

Bergerak lah sang Lokomotif dengan diawali priwitan panjang. di perjalanan, kereta jalan tanpa terhalang kemacetan. Itulah enaknya naek kereta. GA enaknya, kereta tuh sering berenti di stasiun2 yang dilewatin, ngangkut penumpang. Khusus buat ekonomi dan bisnis, pedagang2 dibolehin masuk ke gerbong. Walhasil, penuh lah tu gerbing sama tukang jual kopi-popmie, nasi-ayam yang harganya cuma 3 ribu!, penjual barang2 aneh, minuman, oleh2, pecel murah,
tukang sapu yang tanpa diminta nyapu tapi bis itu minta duit, tukang semprot pewangi yang ga diminta tiba2 nyemprot terus minta duit, dan banyak lagi lah.

Di sebelah saya, duduklah seorang mba2 yang dari tadi tidur. Sama satu orang mas2 yang mukanya kurang bersahabat (hehehe...). Tapi, di depan saya, duduk lah satu keluarga kecil, bapak, ibu, sama anak lakinya berusia sekitar 6taun, yang keliatannya bahagia. Si bapak sama ibu saking kompaknya pake polo yang sama. Si anak ga bisa duduk tenang. Pikiran saya sempet mengawang, ngebayangin si Bapak adalah saya, dan si ibu adalah istri saya nanti (hehehe..)

Yang unik dari sebuah kereta ekonomi di siang hari, khususnya dari bandung, pemandangan selama perjalanannya betul2 bagus! Bayangin, jalur kereta yang biasanya cuma bisa kia liat dari mobil sepanjang tol Cipularang, sekarang kia bisa jalan di atasnya. Tuh rel kadang2 harus melayang di atas sungai, ngebelah bukit, melintas sawah, ato betul2 di pinggir jurang. Tapi sekali lagi, bagus banget!

Yang ga enaknya jalan siang, kita ga bisa tidur meski pun udah dapet tempat. Soalnya, selain brisik, juga panas. Jadi lah 9 jam yang ngebosenin.

bersambung...